Friday, October 23, 2015

Focus

Ada salah satu buku yang nggak bosen-bosen gue baca. Walaupun dibacanya itu nggak full dari awal sampai akhir, suka random aja gitu bacanya, halaman mana yang kebuka. Judul bukunya adalah Marriageable karya Riri Sardjono. Kenapa sih, Mba Riri ini nggak ngeluarin buku lagi?! :(

Gue suka banget sama tulisannya dia, gaya berceritanya, terutama dialog-dialog antar karakter yang dia buat. Setiap karakternya memang berkarakter dan membuat gue jatuh cinta dengan karakternya.

Buku ini bercerita tentang seorang wanita berumur 31 tahun bernama Flory, yang masih single dan ia menjadi sedikit feminis, agak sulit percaya dengan namanya cinta dan lelaki, setelah berkali-kali mengalami kegagalan cinta. Suatu ketika, mamanya Flory memutuskan untuk menjodohkannya dengan seorang lelaki bernama Vadin. Flory pun tidak menolak lantaran ia merasa, mungkin itu satu-satunya jalan ia bisa mendapatkan jodohnya walaupun tidak ada perasaan cinta, dan ia menerima untuk menyenangkan mamanya juga. Intinya, di buku ini menceritakan perjalanan Flory untuk menemukan arti cinta yang sebenarnya.

Ceritanya biasa? Iya. Klise? Iya. Gampang ketebak? Iya. Tapi menurut gue, bagus nggaknya buku bukan dilihat dari plot cerita. Karena di mana-mana cerita kehidupan itu nggak ada yang benar-benar unik. At least, sebeda apapun ceritanya, terutama cerita romance, biasanya juga suka ada plot cerita yang hampir sama.

Ada satu halaman dari buku ini yang menjadi part favorite gue. Lupa halaman dan bab berapa, tepatnya. Bisa dibaca di pict di atas pemirsaaah... Di situ merupakan scene ketika Flory galau ingin menikah atau tidak.

Balik lagi ke hal yang berhubungan pernikahan. Emang lagi sensitif banget pembahasan ini di usia perempuan umur 20 pertengahan kayak gue. Mindset gue tentang pernikahan pun masih berubah-berubah. Dulu gue ngerasa siap tentang pernikahan, hanya karena memikirkan yang bahagia-bahagianya saja. Lalu suatu ketika menjalani hubungan tapi nggak berhasil, membuat gue memikir ulang mengenai essential dari pernikahan, dan cinta. Dijanjiin bakal dinikahin tapi nggak jadi itu sakit, brooooh...

Dan sekarang, gue sadar udah mendidik hati ini terlalu keras dan kuat. Bahkan terkadang udah nggak ngerti lagi job desk nya. Mungkin sekarang hati gue ini lagi makan gaji buta. Membuat gue merasa cheesy with the romance thing. Tapi tetep, hobi nonton drama korea sama baca novel romance nggak ilang.

Setelah gue bertapa, membaca konsep jodoh dan pernikahan dari agama, bertukar pikiran dengan sahabatku, mengambil intisari dari sebuah novel atau film, gue akhirnya membuat kesimpulan.

Tujuan menikah adalah untuk beribadah.

Bukan karena umur memang sudah waktunya menikah, bukan karena teman-teman sudah menikah, bukan karena orang tua sudah ingin menimang cucu, bukan karena tekanan dari keluarga besar karena sudah diharuskan untuk menikah, bukan karena takut dibilang nggak laku, bukan karena takut kesepian, bukan karena omongan orang yang nyuruh-nyuruh lo buruan nikah, bukan karena mantan lo udah nikah duluan atau mau nikah.

Menikah bukan tujuan akhir menjalani hidup di dunia. Bukan tolak ukur kebahagiaan seseorang. Apakah semua orang yang menikah itu bahagia?

Yang gue lakukan sekarang adalah fokus menjalani apa yang ingin gue jalani. Gue sudah menetapkan timeline, hal-hal apa yang akan gue jalani nanti. Menikah pun begitu. Walaupun mungkin kita pun nggak tahu rencana Tuhan akan seperti apa.

Persoalan menikah gue sudah punya kuncinya. Yang terpenting itu berbaik sangka kepada Tuhan. Kita menginginkan sesuatu, maka percayalah dengan kuasa-Nya. Tuhan sudah menetapkan segalanya di firman-Nya. Kita tinggal percaya, meyakini, dan berikhtiar.

Gue akan menikah keitka gue siap. Siap dengan segalanya. Dan cuma Tuhan yang tahu kapan itu akan terjadi. He will send me the one if I'm ready. Gue percaya itu.

Jawaban klise? Memang. Tapi itu jawaban yang menurut gue paling benar.

Yang sulit itu adalah tidak mengambil hati omongan negatif orang. Karena sebenanrnya apapun yang elo lakukan, orang-orang itu nggak akan pernah berhenti ngomongin. Jadi, yang terpenting adalah bertahan pada prinsip elo. Dan itu yang sedang gue berusaha jalani.

Through the 20s is pretty hard.

So, seperti di buku Marriageable yang gue baca, ada satu quote yang emang bagus banget.

"Focus on where you want to go, not on what you fear."

Jalanilah hidup ini sepositif mungkin. Pikiran yang positif dan kegiatan yang positif. Maka hal positif pulalah yang akan lo dapatkan.